Selasa, 30 Juni 2015

SEJARAH KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA



KESULTANAN PERLAK

1.        Sejarah
Analisis  dan pemikiran  tentang  bagaimana  sejarah  masuknya  Islam di Indonesia  dipahami melalui sejumlah teori. Aji Setiawan, misalnya melihat bahwa Kesultanan Perlak datangnya Islam ke nusantara bisa ditelisik melalui tiga teori, yaitu teori Gujarat, teori Arab, dan teori Persia. Teori Gujarat memandang  bahwa asal muasal datangnya  Islam di Indonesia  adalah melalui  jalur  perdagangaGujarat  India  pada  abad  13-14.  Teori  ini  biasanya  banyak digunakan   oleh   ahli-ahli   dari   Belanda.   Salah   seorang   penganutnya,   W.F.   Stuterheim menyatakan bahwa Islam mulai masuk ke nusantara pada abad ke-13 yang didasarkan pada bukti batu nisan sultan pertama  dari Kerajaan  Samudera  Pasai, yakni Malik Al-Saleh  pada tahun 1297. Menurut teori ini, masuknya Islam ke nusantara melalui jalur perdagangan Indonesia-Cambay (India)-Timur TengahEropa.
Teori  Persia lebih menitikberatkan  pada realitas  kesamaan  kebudayaan antara  masyarakat Indonesia  pada saat itu dengan budaya Persia. Sebagai contoh misalnya kesamaan  konsep wahdatul wujud-nya Hamzah Fanshuri dengan al-Hallaj. Sedangkan teori Arab berpandangan sebaliknya. T.W. Arnold, salah seorang penganutnya berargumen bahwa para pedagang Arab yang  mendominasi  perdagangan   Barat-Timur   sejak  abad  ke-7  atau  8  juga  sekaligus melakukan penyebaran Islam di nusantara pada saat itu. Penganut teori ini lainnya, Naquib al- Attas melihat bahwa bukti kedatangan  Islam ke nusantara  ditandai dengan karaktek Islam yang khas, atau disebut dengan “teori umum tentang Islamisasi nusantara yang didasarkan pada literatur nusantara dan pandangan dunia Melayu. Di samping tiga teori umum di atas, ada teori lain yang memandang bahwa datangnya Islam ke nusantara berasal dari Cina, atau yang disebut dengan teori Cina.
Berdasarkan paparan teori-teori di atas, dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad 7 atau 8 M. Pada abad ke-13, Islam sudah berkembang pesat. Menurut catatan A. Hasymi, Kesultanan Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berdiri pada tanggal 1 Muharam 225 H atau 804 M. Kesultanan ini terletak di wilayah Perlak, Aceh Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.
Nama  Kesultanan  Perlak  sebagai  sejarah  permulaan  masuknya  Islam  di Indonesia  kurang begitu dikenal dibandingkan dengan Kesultanan Samudera Pasai. Namun demikian, nama Kesultanan Perlak justru terkenal di Eropa karena kunjungan Marco Polo pada tahun 1293.
a.        Sejarah Masuknya Islam
Kesultanan  Perlak berdiri pada tahun 840 dan berakhir pada tahun 1292. Proses berdirinya tidak terlepas dari pengaruh Islam di wilayah Sumatera. Sebelum Kesultanan Perlak berdiri, di wilayah Perlak sebenarnya sudah berdiri Negeri Perlak yang raja dan rakyatnya merupakan keturunan  dari Maharaja  Pho  He  La  (Meurah  Perlak  Syahir  Nuwi)  serta  keturunan  dari pasukan-pasukan pengikutnya.
Pada  tahun  840  ini,  rombongan  berjumlah  100  orang  dari  Timur Tengah  menuju  pantai Sumatera yang dipimpin oleh Nakhoda Khilafah. Rombongan  ini bertujuan untuk berdagang sekaligus membawa sejumlah dai yang bertugas untuk membawa dan menyebarkan Islam ke Perlak. Dalam waktu kurang dari setengah abad, raja dan rakyat Perlak meninggalkan agama lama mereka (Hindu dan Buddha), yang kemudian secara sukarela berbondong-bondong memeluk Islam.
Perkembangan  selanjutnya  menunjukkan  bahwa  salah  seorang  anabuah  dari  Nakhoda Khalifah, Ali bin Muhammad  bin Jafar Shadiq dikawinkan dengan Makhdum  Tansyuri, yang merupakan  adik dari Syahir Nuwi, Raja Negeri  Perlak yang berketurunan  Parsi. Dari buah perkawinan mereka lahirlah  Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Aziz Shah, yang menjadi sultan pertama  di  Kesultanan  Perlak  sejak  tahun  840.  Ibu  kotanya  Perlak yang semula bernama Bandar Perlak kemudian diubah menjadi Bandar Khalifah sebagai bentuk perhargaan terhadap jasa Nakhoda Khalifah.

b.         Masa Permusuhan Sunni Syiah
Sejarah keislaman  di Kesultanan  Perlak tidak luput dari persaingan antara kelompok  Sunni dan Syiah. Perebutan  kekuasaan  antara  dua kelompok  Muslim ini menyebabkan  terjadinya perang saudara dan pertumpahan  darah. Silih berganti  kelompok yang menang mengambil alih kekuasaan dari tangan pesaingnya.
Aliran  Syi‘ah  datang  ke Indonesia  melalui  para  pedagang  dari  Gujarat,  Arab,  dan  Persia. Mereka masuk pertama kali melalui Kesultanan Perlak dengan dukungan penuh dari dinasti Fatimiah  di Mesir.  Ketika  dinasti ini runtuh  pada  tahun  1268,  hubungan  antara  kelompok Syi‘ah di pantai Sumatera dengan kelompok Syiah di Mesir mulai terputus. Kondisi ini menyebabkan  konstelasi  politik  Mesir  berubah  haluan.  Dinasti  Mamaluk memerintahkan pasukan yang dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk pergi ke pantai timur Sumatra dengan tujuan utamanya adalah melenyapkan pengikut Syiah di Kesultanan Perlak dan Kerajaan Samudera Pasai.
Sebagai  informasi  tambahan  bahwa  raja  pertama  Kerajaan  Samudera Pasai,  Marah  Silu dengan  gelar  Malikul  Saleh  berpindah  agama,  yang  awalnya  beragama  Hindu  kemudian memeluk  Islam  aliran  Syiah.  Oleh karena  dapat  dibujuk  oleh  Syaikh  Ismail,  Marah  Silu kemudian menganut paham Syafii. Dua pengikut Marah Silu, Seri Kaya dan Bawa Kaya juga menganut paham Syafii, sehingga nama mereka berubah menjadi Sidi Ali Chiatuddin dan Sidi Ali Hasanuddin.  Ketika berkuasa Marah Silu dikenal sebagai raja yang sangat anti terhadap pemikiran dan pengikut Syiah.
Aliran Sunni mulai masuk ke Kesultanan Perlak, yaitu pada masa pemerintahan sultan ke-3, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah. Setelah ia meninggal pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni, yang menyebabkan  kesultanan dalam kondisi tanpa pemimpin. Pada tahun 302 H (915 M), kelompok Syiah memenangkan perang. Sultan  Alaiddin  Syed  Maulana  Ali  Mughat  Shah  dari  aliran  Syiah kemudian  memegang kekuasaan  kesultanan  sebagai  sultan  ke-4  (915-918).  Ketika  pemerintahannya  berakhir, terjadi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni, hanya saja untuk kali ini justru dimenangkan oleh kelompok Sunni.
Kurun waktu antara tahun 918 hingga tahun 956 relatif tidak terjadi gejolak yang berarti. Hanya saja, pada tahun 362 H (956 M), setelah sultan ke-7, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat meninggal,  terjadi lagi pergolakan  antara kelompok  Syiah dan Sunni selama kurang lebih empat tahun. Bedanya, pergolakan kali ini diakhiri dengan adanya itikad perdamaian dari keduanya. Kesultanan kemudian dibagi menjadi dua bagian. Pertama, Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 988). Kedua, Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 1023).
Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari pemimpin kedua wilayah tersebut,  yaitu Sultan  Alaiddin  Syed Maulana  Shah meninggal.  Ia meninggal  ketika Perlak berhasil  dikalahkan  oleh  Kerajaan Sriwijaya.  Kondisi  perang  inilah  yang  membangkitkan semangat  bersatunya kembali  kepemimpinan  dalam  Kesultanan  Perlak.  Sultan  Makhdum Alaiddin Malik  Ibrahim  Shah  Johan  Berdaulat,  yang  awalnya hanya  menguasai   Perlak Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan Perlak. Ia melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006. Sultan ke-8 sebenarnya berpaham aliran Sunni, namun sayangnya belum ditemukan data yang menyebutkan apakah terjadi lagi pergolakan antar kedua aliran tersebut.

2.        Silsilah
Sebelum  berdirinya  Kesultanan  Perlak,  di wilayah  Negeri  Perlak  sudah  ada  rajanya,  yaitu Meurah  Perlak  Syahir  Nuwi.  Namun,  data  tentang  raja-raja Negeri  Perlak  secara  lengkap belum ditemukan. Sedangkan daftar nama sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Pelak adalah sebagai berikut:
1)          Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840-864)
2)          Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864-888)
3)          Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888-913)
4)          Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915-918)
5)          Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928-932)
6)   Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932-956)
7)          Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956-983)
8)          Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986-1023)
9)          Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023-1059)
10)       Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059-1078)
11)       Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078-1109)
12)       Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109-1135)
13)       Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135-1160)
14)       Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160-1173)
15)       Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173-1200)
16)       Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200-1230)
17)    Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (1230-1267
18)       Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267-1292)

Catatan : Sultan-sultan di atas dibagi menurut dua dinasti, yaitu dinasti Syed Maulana Abdul Azis Shah dan dinasti Johan Berdaulat,  yang merupakan  keturunan  dari Meurah Perlak asli (Syahir Nuwi).

3.        Periode Pemerintahan
Sultan  Perlak  ke-17,  Sultan  Makhdum  Alaiddin  Malik  Muhammad  Amin Shah  II  Johan Berdaulat,  melakukan  politik  persahabatan  dengan  negeri-negeri tetangga.  Ia menikahkan dua orang puterinya,  yaitu: Putri Ratna Kamala  dinikahkan  dengan  Raja Kerajaan  Malaka, Sultan  Muhammad   Shah (Parameswara)   dan  Putri  Ganggang   dinikahkan   dengan  Raja Kerajaan Samudera Pasai, al-Malik al-Saleh.
Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz  Johan  Berdaulat  meninggal  pada  tahun  1292. Kesultanan  Perlak  kemudian  menyatu dengan   Kerajaan   Samudera   Pasai   di bawah   kekuasaan   sultan  Samudera   Pasai   yang memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad Malik Al Zahir yang juga merupakan putera dari al-Malik al-Saleh.

4.        Wilayah Kekuasaan
Sebelum  bersatu  dengan  Kerajaan  Samudera  Pasai,  wilayah  kekuasaan Kesultanan  Perlak hanya mencakup kawasan sekitar Perlak saja. Saat ini, kesultanan ini terletak di pesisir timur daerah aceh yang tepatnya berada di wilayah Perlak, Aceh Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.

5       Kehidupan Sosial-Budaya
Perlak dikenal dengan kekayaan hasil alamnya yang didukung dengan letaknya yang sangat strategis. Apalagi, Perlak sangat dikenal sebagai penghasil kayu perlak, yaitu jenis kayu yang sangat bagus untuk membuat kapal. Kondisi semacam inilah yang membuat para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia tertarik untuk datang ke daerah ini. Masuknya para pedagang tersebut juga sekaligus menyebarkan ajaran Islam di kawasan ini. Kedatangan mereka berpengaruh  terhadap  kehidupan  sosio-budaya  masyarakat  Perlak  pada  saat  itu.  Sebab, ketika  itu masyarakat  Perlak  mulai  diperkenalkan  tentang  bagaimana  caranya  berdagang. Pada awal abad ke-8, Perlak dikenal sebagai pelabuhan niaga yang sangat maju.
Model  pernikahan   percampuran   mulai   terjadi   di  daerah   ini  sebagai  konsekuensi   dari membaurnya   antara   masyarakat   pribumi   dengan  masyarakat   pendatang.   Kelompok pendatang bermaksud menyebarluaskan  misi Islamisasi dengan cara menikahi wanita-wanita setempat.  Sebenarnya  tidak hanya itu saja, pernikahan  campuran juga dimaksudkan  untuk mengembangkan sayap perdagangan dari pihak pendatang di daerah ini.

Sumber :
Setiawan, Aji. 2006. Islam Masuk ke Indonesia”, www.islamlib.com. Smith Alhadar, Sejarah dan Tradisi Syiah Ternate, www.fatimah.org. www.osdir.com.
wikipedia.org.