Senin, 03 Agustus 2015

Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia



KERAJAAN PAGARUYUNG
1.        Sejarah
Kerajaan  Pagaruyung   adalah  sebuah  kerajaan  yang  pernah  berdiri,  meliputi  provinsi Sumatra  Barat  sekarang  dan daerah-daerah  di sekitarnya.  Nama kerajaan  ini berasal  dari ibukotanya, yang berada di nagari Pagaruyung. Kerajaan ini didirikan oleh seorang pangeran dari Majapahit bernama Adityawarman pada tahun 1347. Kerajaan Pagaruyung menjadi Kesultanan Islam sekitar tahun 1600-an. Walaupun Adityawarman  merupakan pangeran dari Majapahit, ia sebenarnya memiliki darah Melayu.  Dalam  sejarahnya,   pada  tahun  1286,  Raja  Kertanegara   menghadiahkan   arca Amogapacha  untuk Kerajaan Darmasraya  di Minangkabau.  Sebagai imbalan atas pemberian itu, Raja Darmas Raya memperkenankan  dua putrinya,  Dara Petak dan Dara Jingga untuk dibawa  dan  dipersunting  oleh  bangsawan  Singosari.  Dari  perkawinan  Dara  Jingga  inilah kemudian lahir Aditywarman.
Ketika Singosari runtuh, mucul Majapahit. Adityawarman merupakan seorang pejabat di Majapahit.  Suatu ketika, ia dikirim ke Darmasraya  sebagai penguasa daerah tersebut.  Tapi kemudian,  Adityawarman  justru  melepaskan  diri  dari  Majapahit.  Dalam  sebuah  prasasti bertahun  1347, disebutkan  bahwa  Aditywarman  menobatkan  diri sebagai  raja atas daerah tersebut.  Daerah  kekuasaannya  disebut  Pagaruyung,  karena  ia memagari  daerah  tersebut dengan ruyung pohon kuamang, agar aman dari gangguan pihak luar. Karena itulah, negeri itu kemudian disebut dengan Pagaruyung.
Kekuasaan raja Pagaruyung sudah sangat lemah pada saat menjelang perang Padri, meskipun raja masih tetap dihormati.  Daerah-daerah  di pesisir barat jatuh ke dalam pengaruh  Aceh, sedangkan   Inderapura   di  pesisir  selatan  praktis  menjadi   kerajaan   merdeka   meskipun resminya masih tunduk pada raja Pagaruyung.  Kerajaan ini runtuh pada masa Perang Padri akibat konflik yang terjadi dan campur tangan kolonial Belanda pada pertengahan abad ke-19. Sebelum kerajaan ini berdiri, sebenarnya masyarakat di wilayah Minangkabau sudah memiliki sistem  politik  semacam  konfederasi  yang  merupakan  lembaga  musyawarah  dari  berbagai nagari dan luhak. Dilihat dari kontinuitas sejarah, Kerajaan Pagaruyung merupakan semacam perubahan sistem administrasi semata bagi masyarakat setempat (Suku Minang).

2.        Wilayah Kekuasaan
Wilayah pengaruh politik Pagaruyung dapat dilacak dari pernyataan berbahasa Minang ini:
dari Sikilang Aia Bangih hingga Taratak Aia Hitam. Dari Durian Ditakuak Rajo hingga Sialang Balantak Basi.
Sikilang  Aia  Bangih  adalah  batas  utara,  sekarang  di  daerah  Pasaman  Barat,  berbatasan dengan Natal, Sumatera Utara. Taratak Aia Hitam adalah daerah Bengkulu. Durian Ditakuak Rajo adalah wilayah di Kabupaten Bungo, Jambi. Yang terakhir, Sialang Balantak Basi adalah wilayah di Rantau Barangin, Kabupaten Kampar, Riau sekarang.

3.        Struktur Pemerintahan
Kerajaan  Pagaruyung  membawahi  lebih  dari  500  nagari  yang  merupakan  satuan  wilayah otonom. Nagari-nagari ini merupakan dasar kerajaan, dan mempunyai kewenangan yang luas dalam  memerintah.  Misalnya  nagari  punya  kekayaan  sendiri  dan memiliki  pengadilan  adat sendiri. Beberapa buah nagari terkadang membentuk persekutuan. Misalnya Bandar X adalah persekutuan  sepuluh  nagari  di  selatan  Padang.  Kepala  persekutuan  ini diambil  dari  kaum penghulu, dan sering diberi gelar raja. Raja kecil ini bertindak sebagai wakil Raja Pagaruyung.
Di daerah darek umumnya nagari-nagari ini diperintah oleh para penghulu, yang mengepalai masing-masing suku yang berdiam dalam nagari tersebut. Penghulu dipilih oleh anggota suku, dan warga nagari  mengendalikan  pemerintahan  melalui  para penghulu  mereka.  Keputusan pemerintahan diambil melalui kesepakatan para penghulu, setelah dimusyawarahkan  terlebih dahulu.
Di daerah rantau seperti di Pasaman kekuasaan penghulu ini sering berpindah kepada raja- raja kecil, yang memerintah turun temurun. Di Inderapura raja mengambil gelar sultan.
Raja Pagaruyung mengendalikan secara langsung daerah rantau. Ia boleh membuat peraturan dan memungut  pajak di sana. Daerah-daerah  rantau ini adalah Pasaman,  Kampar,  Rokan, Indragiri dan Batanghari. Di daerah inti Kerajaan Pagaruyung (di Luhak Nan Tigo) meskipun tetap dihormati ia hanya bertindak sebagai penengah. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya Raja Pagaruyung dibantu oleh dua orang raja lain, Raja Adat yang berkedudukan di Buo, dan Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Raja Adat memutuskan masalah-masalah adat sedangkan Raja Ibadat mengurus masalah-masalah agama. Bila ada masalah yang tidak selesai barulah dibawa ke Raja Pagaruyung yang disebut sebagai Raja Alam.
Selain kedua raja tadi Raja Alam dibantu pula oleh Basa Ampek Balai, artinya orang besar yang berempat. Mereka adalah:
1)        Bandaro  (bendahara)   atau  Tuanku  Titah  yang  berkedudukan   di  Sungai  Tarab. Kedudukannya    hampir   sama   seperti   Perdana   Menteri.   Bendahara   ini   dapat dibandingkan dengan jabatan bernama sama di Kesultanan Melaka;
2)        Makhudum  yang berkedudukan  di Sumanik. Bertugas memelihara hubungan dengan rantau dan kerajaan lain;
3)        Indomo yang berkedudukan di Saruaso. Bertugas memelihara adat-istiadat;
4)        Tuan Kadi berkedudukan di Padang Ganting. Bertugas menjaga syariah agama
5)        Tuan Gadang di Batipuh tidak termasuk dalam Basa Ampek Balai, namun derajatnya sama. Tuan Gadang bertugas sebagai panglima angkatan perang.
Sebagai aparat pemerintah masing-masing Basa Ampek Balai punya daerah-daerah tertentu di mana mereka berhak menagih upeti sekedarnya.  Daerah-daerah  ini disebut rantau masing- masing.  Bandaro memiliki  rantau di Bandar X, rantau Tuan Kadi adalah di VII Koto dekat Sijunjung, Indomo punya rantau di bagian utara Padang sedangkan Makhudum punya rantau di Semenanjung Melayu, di daerah pemukiman orang Minangkabau di sana.

Sumber :
Wikipedia dengan perubahan struktur penulisan
Buku Minangkabau diterbitkan kerjasama Yayasan Gebu Minang.