KERAJAAN
PAGARUYUNG
1.
Sejarah
Kerajaan Pagaruyung adalah
sebuah
kerajaan yang
pernah berdiri,
meliputi
provinsi Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya.
Nama kerajaan ini berasal dari ibukotanya, yang berada di nagari Pagaruyung. Kerajaan ini didirikan oleh seorang pangeran
dari Majapahit bernama Adityawarman pada tahun
1347. Kerajaan Pagaruyung menjadi
Kesultanan Islam sekitar tahun 1600-an. Walaupun Adityawarman merupakan pangeran dari Majapahit, ia sebenarnya memiliki darah Melayu.
Dalam
sejarahnya, pada tahun 1286,
Raja Kertanegara menghadiahkan arca Amogapacha untuk Kerajaan Darmasraya
di Minangkabau. Sebagai imbalan atas pemberian itu, Raja Darmas Raya memperkenankan
dua putrinya, Dara Petak dan Dara Jingga untuk dibawa
dan
dipersunting
oleh bangsawan Singosari. Dari perkawinan Dara
Jingga
inilah kemudian lahir Aditywarman.
Ketika Singosari runtuh, mucul Majapahit. Adityawarman merupakan seorang pejabat di Majapahit.
Suatu ketika, ia dikirim ke Darmasraya
sebagai penguasa daerah tersebut. Tapi kemudian,
Adityawarman
justru melepaskan
diri dari Majapahit. Dalam sebuah
prasasti
bertahun 1347, disebutkan
bahwa Aditywarman
menobatkan
diri sebagai
raja atas daerah tersebut.
Daerah kekuasaannya disebut Pagaruyung, karena ia memagari daerah tersebut dengan ruyung pohon kuamang, agar aman dari gangguan pihak luar. Karena itulah, negeri itu kemudian disebut dengan Pagaruyung.
Kekuasaan raja
Pagaruyung sudah sangat lemah pada saat menjelang perang Padri, meskipun
raja masih tetap dihormati.
Daerah-daerah di pesisir barat jatuh ke dalam pengaruh Aceh, sedangkan Inderapura
di
pesisir selatan
praktis
menjadi kerajaan merdeka meskipun resminya masih tunduk pada raja Pagaruyung. Kerajaan ini runtuh pada masa Perang Padri
akibat konflik yang terjadi dan campur tangan kolonial Belanda pada pertengahan abad ke-19. Sebelum kerajaan ini berdiri, sebenarnya masyarakat di wilayah Minangkabau sudah memiliki
sistem politik semacam
konfederasi
yang
merupakan
lembaga musyawarah
dari berbagai nagari dan luhak. Dilihat dari kontinuitas sejarah, Kerajaan Pagaruyung merupakan semacam perubahan sistem administrasi semata bagi masyarakat setempat (Suku Minang).
2.
Wilayah Kekuasaan
Wilayah pengaruh politik Pagaruyung dapat dilacak dari pernyataan berbahasa Minang ini:
dari
Sikilang Aia Bangih
hingga Taratak Aia Hitam. Dari Durian Ditakuak Rajo hingga Sialang Balantak Basi.
Sikilang
Aia Bangih adalah batas utara, sekarang
di daerah Pasaman
Barat,
berbatasan dengan Natal, Sumatera Utara. Taratak Aia Hitam adalah daerah Bengkulu. Durian Ditakuak Rajo adalah wilayah di Kabupaten Bungo, Jambi. Yang terakhir, Sialang Balantak Basi adalah wilayah di Rantau Barangin, Kabupaten Kampar, Riau sekarang.
3.
Struktur
Pemerintahan
Kerajaan Pagaruyung membawahi lebih dari 500 nagari yang merupakan
satuan
wilayah otonom. Nagari-nagari ini
merupakan dasar kerajaan, dan mempunyai kewenangan yang luas dalam memerintah.
Misalnya
nagari punya kekayaan sendiri
dan memiliki pengadilan
adat sendiri. Beberapa buah nagari terkadang membentuk persekutuan. Misalnya Bandar X
adalah persekutuan
sepuluh
nagari di selatan
Padang. Kepala persekutuan
ini diambil dari kaum penghulu, dan sering diberi gelar raja. Raja kecil ini bertindak sebagai wakil Raja Pagaruyung.
Di daerah darek umumnya nagari-nagari ini diperintah oleh para penghulu, yang mengepalai masing-masing suku yang berdiam dalam nagari tersebut. Penghulu dipilih oleh anggota suku, dan warga nagari
mengendalikan pemerintahan
melalui
para penghulu mereka. Keputusan pemerintahan diambil melalui kesepakatan para penghulu, setelah dimusyawarahkan terlebih
dahulu.
Di daerah rantau seperti di Pasaman kekuasaan penghulu ini sering berpindah kepada raja- raja kecil, yang memerintah turun temurun.
Di Inderapura raja mengambil gelar sultan.
Raja Pagaruyung mengendalikan secara langsung daerah rantau. Ia boleh membuat peraturan dan memungut pajak di sana. Daerah-daerah
rantau ini adalah Pasaman,
Kampar, Rokan, Indragiri dan Batanghari. Di daerah inti Kerajaan Pagaruyung (di Luhak Nan Tigo) meskipun
tetap dihormati ia hanya bertindak sebagai penengah. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya Raja Pagaruyung dibantu oleh dua orang raja lain, Raja Adat yang berkedudukan di Buo, dan Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Raja Adat memutuskan masalah-masalah adat sedangkan Raja
Ibadat mengurus masalah-masalah
agama. Bila ada masalah yang tidak selesai barulah dibawa ke Raja Pagaruyung yang disebut sebagai Raja Alam.
Selain kedua raja tadi Raja Alam dibantu pula oleh Basa Ampek Balai, artinya orang besar yang berempat. Mereka adalah:
1)
Bandaro
(bendahara) atau
Tuanku
Titah
yang berkedudukan di
Sungai Tarab. Kedudukannya
hampir sama seperti Perdana Menteri. Bendahara ini dapat dibandingkan dengan jabatan bernama sama di Kesultanan Melaka;
2)
Makhudum yang berkedudukan
di Sumanik. Bertugas memelihara hubungan dengan rantau dan kerajaan lain;
3)
Indomo yang berkedudukan di Saruaso. Bertugas memelihara adat-istiadat;
4)
Tuan Kadi berkedudukan di Padang Ganting. Bertugas menjaga syariah agama
5)
Tuan Gadang di Batipuh tidak termasuk dalam Basa Ampek Balai, namun derajatnya sama. Tuan Gadang bertugas sebagai panglima angkatan perang.
Sebagai aparat pemerintah masing-masing Basa Ampek Balai punya daerah-daerah tertentu di mana mereka berhak menagih upeti sekedarnya. Daerah-daerah ini disebut rantau masing-
masing. Bandaro memiliki
rantau di Bandar X, rantau Tuan Kadi adalah di VII Koto dekat Sijunjung, Indomo punya rantau di bagian utara Padang sedangkan Makhudum punya rantau
di Semenanjung Melayu, di daerah pemukiman orang Minangkabau di sana.
Sumber :
Wikipedia dengan perubahan struktur penulisan
Buku Minangkabau diterbitkan kerjasama Yayasan Gebu Minang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar